Karawang – Pantauan media perjuangannews.com di lokasi, Sabtu (14/09/2025) untuk acara puncak Rapat Paripurna Istimewa HUT Kabupaten Karawang ke-392, sejarah besar Karawang disambut bukan dengan karnaval megah seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi dengan pemandangan yang membuat banyak warga garuk kepala: jalur kehormatan menuju panggung utama justru dipenuhi ornamen kayu bekas dan besi tua.
Karnaval—tradisi yang selama ini menjadi ajang kebanggaan warga dan etalase kekayaan budaya Karawang—menghilang begitu saja. Sebagai gantinya, potongan kayu dan besi bekas tampil gagah di karpet merah, seolah-olah limbah rongsokan adalah simbol baru kejayaan Karawang.
“Luar biasa hemat. Mungkin ini bentuk cinta lingkungan versi pemerintah daerah—mengubah HUT Karawang menjadi festival daur ulang,” seloroh seorang pengunjung dengan nada getir. Yang lain berkomentar, “Sepertinya kita harus bersyukur, minimal besinya tidak karatan parah.”
Di balik canda sarkastik itu, muncul pertanyaan serius: Apakah kehormatan rakyat Karawang layak ditebus semurah ini? Di usia hampir empat abad, Karawang justru mempertontonkan ironi—perayaan resmi daerah seakan kehilangan jiwa kebudayaan dan martabatnya sendiri.
Jika tujuan kebijakan ini adalah efisiensi, warga tampaknya bertanya: efisiensi untuk siapa? Sebab di mata publik, keputusan ini lebih menyerupai pengorbanan identitas budaya Karawang demi potongan kayu bekas dan besi tua, bukan efisiensi anggaran yang membanggakan.
Di bawah sorotan lampu paripurna, pesan yang tersampaikan justru: Selamat datang di HUT Karawang ke-392—di mana karnaval budaya dikorbankan, dan kehormatan rakyat dihias dengan limbah proyek. (Jay)
