Karawang - IPI (iuran pembangunan institusi) Perguruan Tinggi khususnya Negeri menjadi momok yang diskriminasi bagi sebagian orang tua mahasiswa.
Karena bagi sebagian orang tua mahasiswa yang mempunyai penghasilan pas-pas dan mengharapkan anaknya bisa meraih mimpi atau cita-citanya dengan menempuh pendidikan yang lebih tinggi harus dihadapkan biaya yang tinggi.
Hal tersebut seperti dialami salah satu orang tua mahasiswa diperguruan tinggi negeri (unsika) fakultas Teknik Industri dengan inisial mahasiswa NTA masuk lewat jalur mandiri pada tahun ajaran Tahun 2021 dikenakan IPI Rp 45 juta, namun terkendala ekonomi baru membayar Rp 9 juta, berjalannya waktu selama tiga tahun setengah mengikuti perkuliahan kemudian dianggap telah menyelesaikan semua SKS sehingga diasumsikn telah selesai atau lulus." Ucap orang tua mahasiswa, pada perjuangannews, Jumat (12/12/2025)
Lanjutnya tetapi ada persoalan muncul ketika akan mengambil ijazah, dimana ijazah tidak bisa diambil sebelum melunasi IPI sebesar Rp 36 juta, bahkan surat keterangan lulus pun tidak diberikan," ungkapnya.
Terkait persoalan itu yang mewakili orang tua mahasiswa NTA yang mana sebelumnya sudah janji dengan dekan fakultas teknik untuk bertemu. Akhirnya mendatangi dekan fakultas teknik pada hari Jumat pukul 10.00 tanggal 12 Desember 2025 diruangannya.
Menurut yang mewakili orang tua mahasiswa NTA, ia menyampaikan keringanan kebijakan IPI karena terkendala soal ekonomi sehingga kemampuan untuk melunasi apa yang ditentukan oleh pihak unsika melalui dekan fakultas teknik tidak sanggup.
" Berharap pihak unsika melalui dekan fakultas teknik bisa memberikan kebijakan pelunasi IPI sesuai kemampuannya."
Sementara dekan fakultas teknik Iwan nugraha gusniar, mengatakan pihaknya juga menginginkan ada kebijakan seperti yang disampaikan perwakilan ortua mahasiswa NTA, tetapi itu bukan kewenangannya dalam memutuskan kebijakan IPI," tuturnya.
Iwan pun berujar kalau bisa IPI itu tidak ada, bahkan ia yang paling tegas soal kebijakan IPI yang dianggap memberatkan, sekali lagi kami selaku dekan tidak mempunyai wewenang," jelasnya.
Dengan surat yang dikeluarkan pihak unsika fakultas teknik, yang mana isinya selama belum menyelesaikan pelunasan pembayaran IPI sebesar Rp 36 juta, dengan ini dekan fakultas teknik menerangkan bahwa mahasiswa tidak bisa mengikuti sidang yudisium dan tidak bisa dinyatakan lulus dan mahasiswa tidak bisa mengikuti wisuda serta tidak mendapatkan ijazah.
Namun bertolak belakang dengan permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tantang SSBOPT, dimana IPI harus mempunyai prinsip penetapan, yaitu kewajaran, proporsional dan berkeadilan dan larangan penentuan kelulusan, pasal 22 ayat 3 IPI dilarang digunakan sebagai faktor penentu kelulusan atau penerimaan mahasiswa. (Tim)
